saya bukan blogger. saya hanya ingin bercerita :)

Minggu, 09 Oktober 2016

Tuan Nona Kesepian

"Kamu harus dengerin lagu ini. Bagus, aku suka." Lalu jemarimu menekan tombol mengganti daftar lagu yang sedang terputar, sementara tangan kananmu tetap fokus memegang kemudi. Kamu tersenyum, manis sekali. Aku semakin jatuh hati. Memandangmu lama-lama, aku selalu suka. Senyummu yang terus membingkai wajah dengan cepat menular kepadaku. Aku lalu mengakui bahwa kekuatan senyum memang sebegitu hebatnya.
"Kok nggak ada, ya? Perasaan kemarin aku masih dengerin. Apa keselip, ya?" Alismu tertaut, lucu. Alismu yang tebal seperti Shinchan, membuatku gemas sedari dulu.
"Kelewat mungkin tadi tapi kamu nggak sadar. Memangnya lagu apa, sih?" tanyaku penasaran.
"Yahh padahal lagunya bagus dan pas banget deh. Aku suka bayangin kamu kalau denger lagu ini. Judulnya Tuan Nona Kesepian."
Membayangkanku saat mendengarkannya? Aku semakin penasaran, lagu seperti apa yang kamu maksud. Lagu apa pun itu, tak urung dadaku bergetar mengingat kamu membayangkanku dalam suatu kondisi.
"Memangnya lagunya kayak gimana, sih?" aku terlanjur terlalu penasaran.
Dan kamu lalu bergumam sesaat, mengingat-ingat lirik lagu yang kemudian kamu nyanyikan dengan pelan namun cepat merasuki pendengaranku dan masuk ke sudut-sudut hati.

Tuan kesepian, tak punya teman
Hatinya rapuh tapi berlagak tangguh
Nona tak berkawan, tak pernah rasakan cinta
Sungguh pandai berkhayal, mimpi itu alamnya

Suaramu yang berat terdengar sangat halus bagiku. Aku tersenyum meski bingung menerka maksud lagu yang kamu nyanyikan. Lagu-lagu milik Tulus selalu menjadi daftar putar utama kita di setiap perjalanan. Jalanan Gunungpati waktu itu terasa lengang dan menyenangkan, saat kamu harus mengantarkanku kuliah pukul delapan.

***
Tuan, apa yang salah padamu
Mengapa wajahmu ada seribu
Tuan, apa yang salah padamu
Seakan dunia hanya kamu

Sempat aku bertanya-tanya dalam hati sendiri. Mengapa kamu bilang lagu itu pas buat kita, ya? Padahal lagu itu adalah pertentangan dua hati yang sama-sama terhalang gengsi. Sementara waktu itu kita sedang cinta-cintanya. Namun kemudian aku sadar, lagu itu memang kita sekali.
Kamu, Tuan yang selalu memberi mahal kata maaf dan kabar dalam dirinya. Tuan yang menganggap aku akan selalu jatuh padamu. Tuan yang dengan sesuka hati datang dan pergi tanpa permisi. Tuan yang merampok dengan keji hati dan urung membawanya kembali.
Aku, Nona yang senang merajut fatamorgana. Nona yang punya seribu khayalan indah berisi rencana dan wacana yang akan kuubah menjadi nyata bersamamu. Nona yang meski sadar kamu sudah berlalu pergi namun tetap duduk menanti seperti anak kecil yang dijanjikan mainan serta gulali jika sabar menunggu sang Ibu kembali dari pasar.
Ah, Tembalang dingin sekali setelah hujan yang terus-menerus sejak pagi hari tadi. Syukurlah sekarang sudah berhenti. Kasihan bagi yang menunggu hujan demi sesuap nasi. Di tempatmu berada kini yang entah dimana, mungkin saja terjadi hal yang sama.

Nona, apa yang salah padamu
Apa enaknya tenggelam dalam khayal
Nona, apa yang salah padamu
Kau tahu ku tak punya hati
Kau masih saja menanti

Ada yang salah dengan persepsimu kali ini, Tuan. Aku memang Nona dengan sejuta khayal yang meski sadar kamu sudah berlalu pergi namun tetap duduk menanti seperti anak kecil menunggu Ibunya pulang membawa gulali. Tapi kamu mungkin lupa, anak kecil pun punya rasa jenuh. Ia bisa pergi bermain gundu, berlari mengejar capung, memanjat pohon belimbing, dan melakukan hal lain dari pada sekedar duduk menanti.
Tuan, Nona yang semula milikmu ini sudah jenuh. Kali ini biarkan aku yang pergi, ya? Ada hati lain yang menantiku dengan pasti.
Semoga kamu menurunkan harga gengsimu yang mahal sekali, Tuan.

Mereka berdua bertemu di satu sudut taman kota
Bertatap tapi tak bicara
Masing-masingnya menganalisa



Terinspirasi secara nyata oleh Tulus - Tuan Nona Kesepian
dan bumbu-bumbu kenangan yang mendesak untuk diulas
Semoga semua hati selalu berbahagia,
aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar