Aku menghentikan langkah. Aku telah sampai di hadapan sebuah dinding yang penuh dengan coretan tentang cinta. Dinding itu merupakan salah satu properti penghias jalanan ini dan setiap orang bebas mengekspresikan perasaan cintanya dengan mencoret dinding itu. Banyak sekali ungkapan di dinding itu, banyak sekali cinta yang terabadikan di dalamnya. Tanganku menyusuri setiap tulisan. Dinding itu hampir penuh, aku agak kesulitan menemukan apa yang sedang aku cari. Ah, ketemu. Meski sedikit tercoret dengan tulisan orang lain, namun kata-kata disana masih dapat dibaca dengan jelas.
I love you in every breath, Gaea Rucita Dahayu.
I love you too in every second, Ararya Nayottama.
Setelah sekian lama aku baru sadar bahwa di antara sekian kesamaan yang aku dan Kyo miliki, salah satunya adalah nama kami. Nama kami sama-sama mengandung unsur bahasa Sansekerta. Gaea merupakan dewi bumi menurut mitologi Yunani, sedangkan Rucita dan Dahayu berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya gemerlap dan cantik molek. Ararya Nayottama pun berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya bangsawan dan kebijaksanaan yang utama. Mengapa seorang Ararya Nayottama bisa dipanggil Kyo? Aku belum sempat menanyakan hal itu kepada orang tuanya, yang aku tahu itu panggilan masa kecilnya.
Aku selalu menyukai nama lengkap Kyo. Indah, seperti pemiliknya. Sayangnya keindahan itu tidak dapat lagi kunikmati sebagai apa yang aku punya.
Who else if not you, Ge?
It's always you, Kyo.
Tanganku terhenti. Masih banyak tulisan yang kami buat di dinding ini karena kami memang sering menyambangi kawasan ini. Namun aku tak ingin menguliknya lebih jauh. Cukup sekian saja nostalgia kali ini. Aku tak ingin terlarut lebih dalam bagai gula yang terus diaduk dalam air. Ah... mungkin secangkir kopi dapat menghangatkan kembali hatiku yang mulai dingin diterpa sakit masa lalu.
Aku melanjutkan langkahku masuk ke dalam kafe tepat di sebelah dinding cinta--begitu orang-orang menyebutnya.
Aku memutuskan untuk menikmati kopi sambil jalan karena seseorang telah menungguku di luar kafe. Ia menjemputku. Maka setelah pesanan aku terima dan urusan bayar-membayar selesai, aku segera melangkah ke luar. Ku sempatkan menoleh ke dinding cinta sekali lagi. Tunggu, itu....
Sosok itu berdiri disana. Tepat dimana aku berdiri sepuluh menit yang lalu. Tangannya terletak pada tempat yang sama dimana namaku dan nama yang aku kagumi terpatri. Nama yang dimiliki oleh sosok itu.
Ararya Nayottama... ia berada di sana... bersama seorang wanita. Tangan wanita itu menggelayut mesra di lengan Kyo. Aku tersenyum tipis. Ia memang bukan lagi milikku. Keindahannya bukan lagi dinikmati olehku.
Aku lekas membuka pintu mobil seseorang yang telah menjemputku.
"Hai sayang," sapaan hangat menyambutku setelah aku masuk. Membuatku tersadar bahwa aku dan Kyo memang telah berada di jalan masing-masing.
***
Aku kembali melangkah di jalan ini. Entah apa yang menarikku datang ke tempat ini lagi setelah baru saja kemarin aku mendatanginya. Aku memutuskan untuk tidak terlalu sering melewati jalan ini sejak aku tidak lagi bersama Kyo karena aku tidak ingin terus melangkah dalam masa lalu. Namun kali ini aku menyerah. Ada dorongan yang kuat yang memaksaku untuk kembali.
Aku berdiri disini lagi. Di hadapan dinding cinta, memandangi tulisan tentang aku dan Kyo.
France is always waiting for us
Bersamaku, beberapa orang berdiri di hadapan dinding cinta. Ada yang sekedar melihat-lihat tulisan yang ada, ada pula yang datang berpasangan untuk mengabadikan cinta mereka. Aku seolah melihat diriku sendiri pada lima tahun yang lalu. Aku menghela nafas berat. Bersamaan dengan seseorang di sebelahku. Nafas kami terdengar dihembuskan bersamaan, membuat kami perlahan saling menoleh.
Aku terdiam. Sungguh aku tak tahu kata apa yang pantas aku ucapkan saat ini. Yang aku mampu hanyalah menatapnya, tepat di bola matanya seperti yang selalu aku suka. Mata itu balas menatapku, tepat di bola mataku. Kenangan demi kenangan menari di dalamnya. Tak ada senyum, tak ada sapa. Hanya kerjap dan tatap. Menit mulai berlalu dan suasana masih menggantung.
"Long time no see, Ge..." Kyo akhirnya menyapaku terlebih dahulu. Aku hanya tersenyum kemudian mengalihkan pandanganku darinya.
"Apa kabar?" tanya Kyo.
"Aku selalu baik. Kamu apa kabar?"
"Aku pernah lebih baik dari ini,"
Percakapan kembali menggantung beberapa saat. Aku menatap lurus kepada namaku dan Kyo yang tertulis di dinding.
"Do you miss it, Ge?" Kyo kembali bertanya.
"I did," aku menjawab.
Kyo terlihat menunduk sekilas. Sepertinya ia sadar bahwa ada perbedaan mendasar di balik jawabanku. Ada perbedaan di balik kata do dan did yang diucapkan oleh Kyo dan aku.
"Aku harus pergi. Aku ada urusan lain. See you, Kyo," aku memilih untuk terlebih dahulu meninggalkan Kyo agar kami tidak terus terjebak oleh obrolan masa lalu.
Kyo hanya diam menatapku melangkah pergi. Matanya menyiratkan banyak tanya dan cerita yang belum usai.
"I wish I can always see you again, Ge,"
***
Kembali, aku berjalan menuju dinding cinta. Seolah dinding itu telah menjelma menjadi magnet yang terus menarikku untuk datang kembali. Aku terdiam di hadapan dinding itu. Lama. Terpekur. Mataku menjelajahi tiap jengkal dinding itu. Goresan mana lagi yang menyita perhatianku? Ah... ada satu goresan yang terlihat masih baru. Tulisan yang cukup panjang dibanding tulisan lain yang ada di dinding cinta. Aku mengenal pemilik tulisan itu sebab aku pernah bersamanya dalam waktu yang lama.
Ge, you are my end my beginning. Whatever you and I do this way, it's just our adventure. We will back on our way again, our same way.
I always waiting for the time when we can be forever, Gaea.
Aku tersenyum. Tanpa sadar tanganku bergerak meraba jantungku. Apa hati itu masih sama? Apa hati itu masih ada disana? Yang aku tahu kini aku dan dia telah berada di jalan yang berbeda. Maka tanganku bergerilya mencari sesuatu di dalam tasku, untungnya aku membawa spidol hitam itu. Aku menuliskan sesuatu tepat di samping tulisan yang Kyo buat untukku. Tak peduli bahwa tulisanku dapat merusak tulisan lainnya.
Selesai tanganku mengukir kata terbaik, aku menatapnya sekilas kemudian lekas meninggalkan dinding itu tanpa berpikir untuk kembali lagi kesana kapan nanti. Aku berjalan lurus tanpa menoleh lagi ke belakang karena aku tahu seseorang sedang menatap punggungku pergi tepat di depan tulisan yang baru saja aku buat untuknya.
Kita bagai gunung dan langit, Kyo.
Dekat, tapi tak mungkin dapat bersatu.
I always waiting for the time when we can be forever, Gaea.
Aku tersenyum. Tanpa sadar tanganku bergerak meraba jantungku. Apa hati itu masih sama? Apa hati itu masih ada disana? Yang aku tahu kini aku dan dia telah berada di jalan yang berbeda. Maka tanganku bergerilya mencari sesuatu di dalam tasku, untungnya aku membawa spidol hitam itu. Aku menuliskan sesuatu tepat di samping tulisan yang Kyo buat untukku. Tak peduli bahwa tulisanku dapat merusak tulisan lainnya.
Selesai tanganku mengukir kata terbaik, aku menatapnya sekilas kemudian lekas meninggalkan dinding itu tanpa berpikir untuk kembali lagi kesana kapan nanti. Aku berjalan lurus tanpa menoleh lagi ke belakang karena aku tahu seseorang sedang menatap punggungku pergi tepat di depan tulisan yang baru saja aku buat untuknya.
Kita bagai gunung dan langit, Kyo.
Dekat, tapi tak mungkin dapat bersatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar